Tentang Saya

Seorang Desa Biasa

Nama julukannya Kucing Pertanian, seorang desa yang lebih menyukai kucing daripada perempuan bukan muhrim. Saat tulisan ini dibuat, usianya 21 tahun, bisa dikatakan sudah dewasa, seharusnya. Saat ini, ia sedang sibuk (memikirkan) tugas akhir, oh iya, sampai sekarang ia berstatus sebagai mahasiswa Arsitektur Lanskap IPB. Jika boleh jujur, sebenarnya ia ingin cepat-cepat melepas status tersebut agar tidak membayar UKT semester depan.

Tak ada sesuatu spesial yang melekat pada bocah yang dilahirkan dan besar di Pati ini. Berpostur tinggi kurus, dan mudah mengantuk, berkulit sawo matang, dan selalu berpakaian seadanya, iya, seadanya pakaian yang bersih dan kering. Mengaku suka membaca tapi nyatanya jarang menghabiskan buku, mengaku suka menggambar tapi nyatanya menggambar kalau ada yang meminta, mengaku suka mengaji tapi nyatanya maksiat jalan terus.

Soal makanan, pecinta kucing ini lebih memilih makanan yang murah dan mengenyangkan, yang penting sehat. Sangat tidak suka dengan makanan mahal apalagi dengan porsi yang sedikit. Setiap kali makan, setidaknya harus ada sayur meskipun sepetik. Tidak suka makan ikan, entah kenapa, mungkin karena baunya, atau mungkin karena ada durinya yang selalu mengejutkan ketika dikunyah.

Orang yang paling ia rindukan saat ini adalah Ibu dan ayahnya yang makin berusia. Kabar terakhir yang ia dapat bahwa ayahnya mulai mengalami gangguan dalam pengelihatan. Setelah tahu kabar itu, Ia jadi makin ingin cepat melepas statusnya sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Dalam hidupnya, ia selalu merasa beruntung. Tak pernah mengeluhkan tugas kuliah, hanya saja ia mudah sekali dalam urusan menunda mengerjakan tugas, tugas apapun.  Tugas kuliah yang idealnya dikerjakan dalam waktu tujuh minggu, ia hanya mengerjakannya dalam waktu tujuh jam, itupun ia kerjakan sebelum deadline pengumpulan tugas. Hal itu sudah bukan rahasia lagi, karena memang ia orang yang pemalas. Yang aneh adalah, nilai yang ia dapat selalu saja di atas perkiraan ia sendiri.

Dalam hidupnya, ia selalu merasa beruntung. Tak pernah marah, pun dalam situasi semenyebalkan apapun. Mungkin karena ia kurus, tak pantas sama sekali untuk berperan sebagai pemarah. Yang ia bisa lakukan hanyalah tersenyum, yang selalu ia yakini sebagai ibadah paling mudah dan bisa membuat awet muda. Pernah suatu ketika ia kehilangan sepeda kesayangannya yang di parkir di sudut kampusnya, dan ia tak pernah marah akan hal itu, justru ia ingin tertawa, kenapa ada yang mau mencuri sepeda yang tak pernah dicuci itu.

Dalam hidupnya, ia selalu merasa beruntung. Selalu dilingkupi perasaan senang dimanapun ia berada. Selalu nyaman berada di pergaulan yang bermacam bentuk. Entah kenapa ia tak pernah merasa mempunyai musuh, meskipun ia tahu bahwa banyak sekali orang yang tak suka dengannya. Jika ada yang menyinggungnya cukup satu yang ia lakukan, tersenyum.

Mengaku sebagai pecinta kucing sejak ia belum menjilat bangku sekolah. Singkat cerita, sewaktu pagi  di samping rumahnya ada suara memanggil, “meong meong meong”. Insting penasaran yang mulai tumbuh pada tubuhnya yang mungil itu tak menunggu waktu untuk mencari sumber suara. Didapatinya seekor anak kucing dengan bulu putih di sekujur tubuhnya. Dan kucing itulah yang kemudian menjadi sahabatnya sewaktu kecil sampai 2010, sampai tugasnya mengisi kehidupan di dunia harus usai.

Ia sangat bersyukur dilahirkan di keluarga bukan kaya. Ia sangat bersyukur dilahirkan di sebuah desa yang damai dan ramah. Ia sangat bersyukur menjadi bagian dari Pati, sebuah kabupaten yang mungkin masih asing di telinga sebagian orang. Ia bersyukur dilahirkan sebagai suku jawa yang berbudaya santun dan mengedepankan kebersamaan daripada makanan. Ia bersyukur menjadi warga Negara Indonesia yang gemah ripah loh jinawe, dan tentunya selalu Bhinneka Tunggal Ika. Ia bersyukur menjadi pemeluk Islam sejak lahir, yang mengajarkan untuk lebih memilih tersenyum daripada marah, yang mengajarkan untuk lebih memilih memaafkan daripada membalas dendam. Ia sangat bersyukur dilahirkan sebagai manusia, yang diberi kemampuan berpikir oleh Tuhan, yang diberi kewenangan untuk menjaga bumi yang indah ini agar selalu indah dan selalu damai.

Harapan saat ini yang ia selalu panjatkan ketika berdoa adalah, “Ya Allah jadikanlah hambamu ini hamba yang rajin, selalu istiqomah dalam kebaikan”. Itulah, karena sampai sekarang ia bukan orang yang rajin, belum rajin. Satu hal yang entah mengapa membuatnya selalu bangga, ia adalah ‘seorang desa biasa’.

Bogor, 28 April 2017

@kucingpertanian

2 Comments

Tinggalkan komentar